Pendidik Sekaligus Politisi Sejati
Sebagai anak yang tidak mampu, Basari muda harus
bersusah payah menamatkan sekolah, bahkan untuk itu ia terpaksa harus berjualan
nasi selepas belajar. Kegetiran yang dialami pada masa kecil, membuat Basari
sangat peka dengan persoalan yang terjadi di lingkungannya, sejak selesia dari
kelas tujuh, kelas terakhir di Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) , Basari sudah
diminta menjadi guru bantu di MAI. Basari tidak saja mengajar di MAI, tetapi ia
juga pernah diperbantukan pada madrasah makrifatuddin di wilayah Krapyak Kidul
(sekarang menjadi SD Islam III).
Sebagai seorang yang
sangat perhatian pada persoalan umat, Basari pernah aktif dan menjabat sebagai
seorang pengurus pada Nahdatul Ulama (NU). Kemudian pada zaman Jepang, Basari
juga terlibat di dalam barisan Pelopor, sebuah kesatuan yang dibentuk
pemerintahan Jepang. Sepanjang perjalanan hidupnya, Basari memang tidak pernah
lepas dari pelbagai aktivitas. Meski sejak tahun 1942 atau setelah ia
bersama-sama mendirikan perguruan Ma'had Islam, aktivitas yang dilakukan beliau
diluar dunia pendidikan tidak berkurang. Bahkan berdasarkan penuturan faizah,
putri sulungnya, setelah Belanda masuk ke Pekalongan atau agresi militer
Belanda yang pertama, praktis mulai saat itu Beliau bersama keluarga
meninggalkan Pekalongan, berpindah-pindah bergabung denga laskar Barisan
Banteng untuk bergerilya melawan penjajah.
Hanya saja, berdasarkan penjelasan H.Ali A Gani,
aktivitas almarhum pada perang gerilya, terkadang merepotkan guru-guru yang ada
di sekolah.Terutama ketika harus menghadapi tentara Belanda. Apalagi jika ada
pamflet yang dikirimkan oleh Beliau ke sekolah untuk diedarkan. Kemudian
setelah KMB ( Konferensi Meja Bundar ) dan kembalinya ibukota republik, Basari
justru menetap di Jakarta, Baru beberapa bulan kemudian kembali ke Pekalongan.
Ketika perang usai dan beliau telah kembali ke
Pekalongan, tidak berarti aktivitas beliau berkurang. Semangat pergerakan yang
membara dalam dirinya, telah membawa pria kelahiran Pekalongan ini dalam
kehidupan politik praktis. Bersama pendiri Ma'had Islam Ustadz Abdullah Hinduan
dan Muhammad Baraghbah, afiliasi politik pengagum M. Natsir ini akhirnya
disalurkan pada Partai Masyumi.
Dalam karir politiknya, ia sempat menjabat sebagai
sekretaris Masyumi Cabang Pekalongan, Ketua GPII ( Gerakan Pemuda Islam
Indonesia ) dan Anggota Kwartir Nasional Pandu Islam. Sekitar awal tahun
1950-an, dipercaya menjabat sebagai anggota Dewan Pemerintahan Daerah
Pekalongan dan untuk itu beliau bertinggal di rumah dinasnya jalan Bahagia di
samping rumah dinasnya Walikota Pekalongan yang sekarang. Setalah jabatan di
DPD berhenti, bertepatan dengan keluarnya Dekrit Presiden Juli 1959, beliau
direkrut di KPB (Koperasi Pembatikan Buaran ) sebagai karyawan.
Keterlibatan beliau dalam perjuangan kemerdekaan
dan politik praktis mengenalkannya dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional,
semacam Bung Karno dan Bung Hatta. Dalam tubuh partainya sendiri pun politisi
kelahiran 29 November 1919 ini cukup akrab dengan M. Natsir, Mohammad Roem,
Kasman Singodimejo serta tokoh masyumi lainnya.
Intensitasnya pada dunia politik, tidak menjadikan
ayah dari 6 putra dan 6 putri ini senantiasa berlaku keras, sebagaimana
fitrahnyaa dunia politik. Ustadz yang pernah mengungsi sampai wonosobo ini
rupanya punya selera humor yang cukup tinggi. Pernah suatu ketika pada
acara-acara politik, ayah dari Muslich Basari (Kepala Sekolah SMU Islam) ini
bercanda dengan Presiden Soekarno dan Wapres M. Hatta. Penampilan beliau yang
sangat identik dengan bulu janggut dibiarkan menjuntai, sempat mengundang tanya
dwi tunggal RI tersebut. “Kenapa janggut Anda tidak dicukur ? Tanya Soekarno.”
Beliau hanya menjawab ringan,” Revolusi belum selesai Bung”. Hanya saja ketika
yang bertanya Bung Hatta, dengan tangkas ia pun menjawab, “Ini sunnah Rasul”.
Aktivitasnya yang menyita waktu, tidak menyebabkan
ia meninggalkan sekolah yang turut ia dirikan. Setelah Al Ustadz Abdullah
Hinduan meninggal, ia diminta untuk menjabat sebagai ketua Majlis Guru hingga
akhir hayatnya. Kegiatan sebagai ketua majlis guru memang tidak rutin setiap
dan sepanjang hari. Beliau hanya hadir berapa hari saja di Kantor Ma'had Islam,
tetapi meski demikian perhatian terhadap Ma'had Islam sangat besar. Tanpa
menafikkan peran lain, urusan keluar atau kedinasan yang selalu menjadi
tanggung jawab beliau. Dan peranannya sebagai politisi dan birokrat, acap
menempatkan ia sebagai “Menteri Luar Negeri” Ma'had Islam bila sedang berurusan
dengan pemerintah.
Bagi anak-anak, Almarhum adalah orang yang akrab,
sangat penuh kasih sayang dan perhatian meskipun beliau adalah orang tua yang
berpendirian keras dalam hal-hal yang dianggapnya prinsip secara ideologis
maupun agama. Seperti halnya dengan para pendiri Ma'had Islam, ia senantiasa
menganjurkan baca Al-Qur'an dan salat berjamaah pada istri dan anak-anak
tercintanya.
Senin, 15 ramadhan 1392 atau bertepatan dengan 23
Oktober 1972, setelah didera pelbagai penyakit, akhirnya Ustadz Basari Achmad
wafat pada usia 52 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar