Ustadz Umar bin Abdullah Khirid, lahir di Semarang, tanggal 14 Mei 1922 Masehi, adalah salah satu tokoh yang memiliki kharisma luar biasa dikalangan para pendidik. Ustadz Umar Khirid biasa beliau dipanggil adalah sosok pendidik yang sangat dicintai dan dihormati oleh para murid-muridnya.
Dengan bekal pendidikan MAI di Pekalongan pada tahun 1937 dan Pendidikan Khusus Agama Islam di tahun 1947 beliau mengawali karier di bidang pendidikan di tahun 1935 hingga 1942 sebagai Guru Agama di sebuah Sekolah Dasar di Semarang, lalu melanjutkan pada tahun 1945 hingga tahun 1948 sebagai Guru Agama di Yayasan Al Falah di Kauman Semarang, yang salah satu pengurusnya adalah Al Ustadz Abubakar Assegaf.
Setelah kunjungan rombongan study banding dari Perguruan Ma’had Islam Pekalongan, yaitu Al Ustadz Abdullah Hinduan, Al Ustadz Muhammad Baragbah, dan Al Ustadz Ali Gani ke Yayasan Al Falah Semarang, beliau tertarik untuk pindah ke Pekalongan. Dari hasil diskusi dengan para Ustadz tersebut, akhirnya mulai tanggal 17 Februari 1948 beliau melanjutkan pengabdiannya sebagai pendidik di Perguruan Ma’had Islam Pekalongan untuk mengajar Bahasa Arab di tingkat Sekolah Rakyat Islam (SRI).
Hidup beliau sangat sederhana dengan tinggal di Asrama yang disediakan oleh Yayasan Ma’had Islam Pekalongan di daerah Krapyak. Hingga akhir hayatnya beliau tidak menikah dan menopang hidupnya hanya dari gaji sebagai guru yang seluruh gajinya diberikan ke penjaga asrama untuk makan sehari-hari.
Begitu kuat karakter seorang pendidik yang melekat pada keseharian beliau, rasa cinta, kasih sayang, keikhlasan dan keluhuran akhlaq tercermin dalam pembelajaran beliau dan sangat dirasakan oleh murid-muridnya. Hal ini lah yang membuat pembelajaran yang beliau berikan melekat hingga murid-muridnya dewasa. Beliau selalu memberikan contoh dalam perilaku kesehariannya, bahkan dengan hewan yang merugikan seperti kutu kasur (tinggi) yang membuat beliau tidak bisa tidur pun beliau melarang untuk dibunuh dengan cukup disapu saja ke tanah atau lantai
.
Contoh perilaku yang selalu diperlihatkan oleh Ustadz yang bersahaja ini adalah selalu berjalan kaki kemanapun beliau pergi, ke Sekolah tempat beliau mengajar atau untuk shalat berjama’ah di Masjid yang tidak pernah beliau tinggalkan, walau jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal beliau, yaitu di salah satu kelas di SDI 04 Ma’had Kwijan Pekalongan, karena Asrama tempat sebelumnya beliau tinggal digunakan untuk sekolah.
Saat berada di sekolah beliau lebih mengutamakan bergaul dengan murid-muridnya daripada mengobrol dengan sesama guru. Ketika istirahat pergantian pelajaran, beliau bukannya beristirahat di ruang guru, tetapi berada di kelas untuk bermain atau bercerita dengan murid-muridnya. Begitu dekatnya (sayangnya) beliau dengan murid-muridnya, sehingga beliau tidak pernah merasa kesepian walau tidak menikah, karena kamar asramanya selalu ramai dengan kunjungan murid-muridnya untuk belajar Agama dan Bahasa Arab, dengan ikhlas tanpa pamrih memungut bayaran. Hingga suatu saat ada salah satu murid yang sukses menjadi pengusaha ingin memberangkatkan beliau untuk beribadah haji, tetapi beliau menolak, karena merasa kurang nyaman berhaji dengan biaya dari hasil usaha dia. Tetapi ketika murid-murid patungan secara berkelompok berinisiatif untuk mengumpulkan uang pribadi dengan pembagian ongkos naik haji dari Indonesia dan murid-murid yang berada di Saudi Arabia, akhirnya beliau bersedia berangkat untuk beribadah haji.
Kehati-hatian dan ketelitian beliau untuk masalah kehalalan rezeki yang dimakan atau digunakan sangat mengagumkan. Pada suatu ketika beliau menerima gaji hasil mengajar, setelah dihitung ternyata hitungannya salah atau gajinya lebih karena kekhilafan bagian penggajian. Seketika itu juga beliau kembalikan kelebihan uang ke TU sekolah untuk diperbaiki.
Walaupun dapat dikatakan hidup dengan kondisi yang seadanya, bahkan dapat dikatakan tidak pernah memegang uang, tetapi beliau tidak sembarangan menerima bantuan uang. Selalu beliau menanyakan berasal darimanakah uang yang diberikan kepada beliau. Apabila uang tersebut adalah uang zakat, beliau pasti menolaknya, karena merasa tidak pantas untuk menerimanya. Saat beliau sudah meninggal, ketika keluarga dan guru Mahad membereskan lemari beliau, ditemukan banyak amplop yang masih tertutup dan berisi uang yang diletakkan dibawah pakaian. Rupanya beliau tidak mau menggunakan uang tersebut karena merasa ragu terhadap sumber uang pemberian tersebut.
Dalam kehati-hatian menjaga lisan yang tercermin ketika berada di sekolah, dengan tetap berada di kelas mementingkan bergaul dengan murid daripada bergunjing di ruang guru, di luar sekolah beliau lebih banyak berkumpul dengan para Ustadz untuk saling berbagi ilmu. Saat sekolah libur pada hari Jum’at, beliau berkumpul di rumah Ustadz Muhammad Baragbah di daerah Krapyak bersama dengan Ustadz-ustadz lain, diantaranya Ustadz Abdullah bin Ibrahim, Ustadz Ahmad bin Yusuf Anggawi, dan Ustadz Abdullah Alfaqih untuk berdiskusi masalah Agama dan masalah-masalah kemajuan Sekolah, hingga waktu Sholat Jum’at tiba dan berangkat bersama-sama ke Masjid Aulia Krapyak.
Karena cerminan kesederhanaan beliau pulalah beliau selalu menolak untuk berfoto walau bersama-sama dengan guru-guru lainnya.
Kharisma beliau hingga saat ini tidak henti dibicarakan oleh orang-orang yang mengenal dan pernah dididik oleh beliau. Kekaguman akan keikhlasan beliau dalam mendidik dan mengajar tidak bisa hilang dari ingatan para murid-muridnya, dan menjadi panutan untuk diteruskan oleh guru-guru muda berikutnya.
Kehidupan sehari-hari yang sangat bersahaja dan selalu memberikan contoh akhlaqul karimah membuat para murid-muridnya sangat mengagumi sosok Ustadz Umar Khirid dan sangat kehilangan ketika pada tanggal 8 Agustus 1986 ( 2 Dzulhijah 1406 H) tutup usia di Rumah Sakit Sultan Agung Semarang karena terserang penyakit Leukimia. Semoga amal ibadah Ustadz Umar Khirid diterima Allah SWT dan apa yang telah beliau ajarkan dan contohkan dapat diteruskan oleh para pendidik muda agar dapat mencetak karakter generasi muda Islam yang bersahaja dan berakhlaqul karimah seperti beliau.
0 komentar:
Posting Komentar